Selasa, 09 Juni 2009

AGAR SILAHTURAHIM TIDAK BERAT

Indahnya Persaudaraan, sebuah anugerah Allah yang teramat mahal bagi mereka yang terikat dalam keimanan. Segala kebaikan-pun terlahir bersama persaudaraan ini. Ada tolong menolong, bersinergi dalam dakwah, terbentuknya jaringan usaha, bahkan melahirkan kekuatan politik umat.

Tapi, kadang persaudaraan seperti tingkah dahan-dahan yang ditiup angin, walau satu pohon tak selamanya gerak dahan seiring berjalan. Adakalanya seirama, tapi tak jarang berbenturan. Tergantung mana yang lebih kuat, keserasian batang dahan ataukah tiupan angin yang tak beraturan.

Pernak-pernik kehidupan nyata kadang tak seindah idealita. Ada saja hal-hal yang dapat mengganggu persaudaraan, kadang ada khilaf, kadang ada salah paham, kadang ada friksi sehingga persaudaraan tak semulus jalan tol. Dan akhirnya timbul ketidakharmonisan, kebencian sesama saudara-pun tak terhindarkan.

Muncullah kekakuan dalam komunikasi, interaksi persaudaraan menjadi hambar, sapaan hanya basa-basi, senyum menjadi berat dan terpaksa, tidak ada lagi kerinduan. Perasaannya diliputi kekecewaan dan kebencian. Lebih parah lagi, kebencian dan kekecewaan itu menular ke orang lain. Keretakan persaudaraan bukan lagi hubungan antara dua pihak, bahkan merembet. Penyebarannya bisa horizontal, bisa juga vertikal.

Rasulullah saw. pernah mengingatkan itu dalam sabdanya, “Cinta bisa berkelanjutan (diwariskan) dan benci pun demikian.” (HR. Al-Bukhari)

Cara yang paling ampuh agar kekakuan, ketidaksepahaman, kekecewaan menjadi cair adalah dengan Silahturahim. Suasana yang panas pun bisa berangsur dingin dengan silahturahim.

Rasulullah saw. mengajarkan para sahabat tentang keunggulan silaturahim. Beliau saw. bersabda, “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menyambung tali silaturahim.” (Muttafaq ‘alaih)

Luasnya rezeki dan umur yang panjang, dua hal yang merupakan simbol kenikmatan hidup yang begitu besar. Bumi menjadi begitu luas, damai, dan nyaman. Sehingga, kehidupan pun menjadi sangat bermakna.
Masalahnya, tidak mudah menggerakkan hati, tidak mudah menggerakkan langkah untuk berkunjung ke orang yang pernah dibenci. Maasih terngiang seperti apa sakitnya hati ini. Begitu berat beban batin ini, begitu berat langkah kaki ini.

Oleh karena itu, sebelum silahturahim kita perlu melakukan langkah-langkah persiapan. Setidaknya, ada tiga persiapan yang mesti diambil agar silaturahim tidak terasa berat.

Pertama, murnikan keinginan bersilaturahim hanya karena Allah. Ikatan hati yang terjalin antara dua mukmin adalah karena anugerah Allah. Ikatan inilah yang menembus beberapa hati yang berbeda warna menjadi satu cita dan rasa. Sebuah ikatan yang sangat mahal.

“dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka….” (QS. Al-Anfal: 63)

Jangan pernah selipkan maksud-maksud lain dalam silaturahim. Karena di situlah celah setan memunculkan kekecewaan. Ketika maksud itu tak tercapai, silaturahim cuma sekadar basa-basi. Silaturahim tinggallah silaturahim, tapi hawa permusuhan tetap ada.

Kedua, cintai saudara seiman sebagaimana mencintai diri sendiri. Inilah salah satu cara mengikis ego diri yang efektif. Ketika tekad ini terwujud, yang terpikir adalah bagaimana agar bisa memberi. Bukan meminta. Apalagi menuntut.

Akan muncul dalam nurani yang paling dalam bagaimana bisa memberi sesuatu kepada saudara seiman. Termasuk, memberi maaf. Meminta maaf memang sulit. Dan, akan lebih sulit lagi memberi maaf.

Hal inilah yang paling sulit dalam tingkat keimanan seseorang. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak beriman seseorang di antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”
Ketiga, bayangkan kebaikan-kebaikan saudara yang akan dikunjungi, bukan sebaliknya. Kerap kebencian bisa menihilkan kebaikan orang lain. Timbangan diri menjadi tidak adil. Kebaikan yang bertahun-tahun bisa terhapus dengan kesalahan semenit.

“…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa….” (QS. 5: 8 )
Tak ada yang pernah dirugikan dari silaturahim. Kecuali, tiupan angin ego yang selalu ingin dimanjakan. Karena, ulahnya tak lagi membuat tangkai-tangkai dahan berbenturan. Wallahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar